Kamis, 13 Mei 2010

Panggil Aku Kartini Saja





Panggil Aku Kartini Saja
[Peringatan 4 Tahun Meninggalnya Pramoedya Ananta Toer]

“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”

(Kartini, 6 Nopember 1899)

Tanah Jawa hari ini telah menjadi Eropa, tanah yang tidak manusiawi. Tetapi zaman ini adalah milik kita dan bagaimanapun juga adalah tanggung jawab kita. Satu-satunya nilai yang tertinggal adalah kenang-kenangan –sebuah kenyataan pahit yang telah lama membusuk. Dalam pandangan Kartini seabad yang lalu, ia melihat bahwa rakyat Jawa adalah rakyat yang hidup dalam kenang-kenangan. Maka adalah indahnya bagi mereka hilang tenggelam di dalam mimpi-jiwa berabad mereka. Ironisnya hingga saat inipun keadaannya tidak berubah!

Kartini sekali-kali tidak mau membuat murid-muridnya menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang Jawa Eropa. Dengan pendidikan bebas dia bermaksud membuat orang Jawa menjadi orang Jawa yang sejati, yang menyala-nyala dengan cinta dan semangat terhadap nusa dan bangsanya, humanisme universal, dengan mata dan hati terbuka terhadap keindahan serta kebutuhannya. Sebuah cita-cita luhur nan mulia.

Namun feodalisme pribumi Jawa menghadangnya. Pengkhianatan atas harapan dan kekecewaannya yang penuh amarah itu semuanya ditegaskan dalam tulisan-tulisannya yang liar dengan kritik dan analisa yang tajam. Dogma dari lingkungan palsu dengan tembok tebal empat lapis yang didiaminya mengasah pemikiran bajanya menjadi sebuah pedang. Kebebasan! Kemerdekaan! Kemandirian! Namun sayang, gagasan, ide-ide lugas serta interpretasi Kartini yang begitu ekstrem dan revolusioner dikhianati oleh pemikiran tradisional reaksioner. Sekelompok orang ini mengambil alih suatu gerakan besar emansipasi manusia yang ada dan memberikan aspek-aspek yang paling mengerikan –memberikan substansi pada standar nilai yang baru yang dekaden. Gerakan pembebasan yang ada saat ini telah menjadi sebuah produk degradasi. Ini adalah kenyataan menyedihkan bagi setiap manusia korban sejarah bengkok dan buram.

Jika seperti itu, maka kematian Kartini adalah kematian yang sia-sia, tidak mengubah apa-apa. Slogan mistik “Mati dan engkau menjadi dirimu,” adalah penanda berakhirnya sejarah. Tragedi yang tak berbelas kasih ini adalah mutlak sebuah penaklukkan serangkaian perjuangan yang panjang. Sebuah api penyucian dosa, dan seperti tamparan keras bagi kita semua— Kartini dengan sukarela menjalaninya.

Sebagai pengarang, Kartini telah bekerja secara besar-besaran untuk mewujudkan cita-citanya, bekerja untuk menaikkan derajat dan peradaban rakyat. Tentu para penjajah yaitu orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohannya. Jikalau dia mencoba maju, kemudian mereka bersikap menantang terhadapnya. Tak hanya itu, dunia pribumi juga menentangnya. Orang-orang menganggapnya gila. Gagasan indah untuk meraih cita-cita itu terus diperjuangkannya hingga maut menjemput dalam 25 tahun usia mudanya.

Seperti halnya Pram yang sangat benci dengan konsumerisme dan ketidakproduktifan yang menjadi biangkerok korupsi di Indonesia, Kartini pun mengkritik budaya konsumtif bangsa ini –dan kemudian mengajarkan agar anak-anak bangsa berproduksi. “Kerja! Kerja! Kerja! Perjuangkan kebebasanmu! Baru kemudian kalau kau telah bebaskan dirimu sendiri dengan kerja, dapatlah kau menolong yang lain-lain! Kerja! Kerja! Aku dengar itu begitu jelas, nampak tertulis di depan mataku,” begitu surat tertulisnya tertanggal 8 April 1902.

Banyak kebijaksanaan lain yang bisa kita dapatkan dalam sosok Kartini dan Pram. Untuk itu dalam rangka peringatan 4 tahun meninggalnya sastrawan besar dari Blora, Pramoedya Ananta Toer, kami dari Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut akan menggelar acara bertitel “Panggil Aku Kartini Saja”. Acara akan diselenggarakan selama dua hari yaitu tanggal 29-30 April 2010 bertempat di rumah bersejarah jalan Sumbawa 40 Jetis Blora. Bentuk acaranya antara lain: pameran, diskusi, bedah buku, pentas seni budaya, teatrikal, performance dan pemutaran film dokumenter. Seperti halnya dengan Kartini, harapan kami semua ini menjadi secercah cahaya yang bermanfaat bagi bangsa ini. “Habis malam terbitlah terang, Habis badai datanglah damai, Habis juang sampailah menang, Habis duka tibalah suka.” Salam.

Informasi lebih lanjut kawan-kawan bisa menghubungi:

Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut
Jl. Sumbawa 40 Jetis 58214 Blora Telp.(0296) 5100233, HP. 081328775879, 085740413645
Email: pasangsurutblora@yahoo.com www.pasangsurutblora.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar