Banyak kebijaksanaan lain yang bisa kita dapatkan dalam sosok Kartini. Berikut ini sebagian kutipan dari surat-surat dan karya-karyanya yang bisa kami ambil dan dibagikan kepada kawan-kawan untuk bahan pembelajaran bersama.
“Betapapun indah dan bagus serta penuh kemewahan kurungan itu, bagi si burung yang terkurung di dalamnya, dia tetaplah kurungan!” (Kartini, Agustus 1900)
“Apakah “Raden Ayu” itu?” (Kartini, Agustus 1900)
“Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tetapi kalau kami mencoba maju, kemudian mereka bersikap menantang terhadap kami.” (Kartini, Januari 1900)
“Kalau orang Jawa terpelajar, dia tidak akan jadi pengamin saja, takkan menerima segala macam perintah atasannya lagi.” (Kartini, 12 Januari 1900)
“Bertambah banyak orang jawa bekerja, bertambah banyak laba didapat oleh mereka (pembesar-pembesar dan sebagainya), oleh pemerintah, oleh nasion.” (Kartini)
“Barangsiapa bersahabat dengan seorang pembesar, dapat memeras keringat Rakyat bawahan sekehendak hatinya.” (Kartini)
“Pemerintah itu juga yang membuat penduduk terbungkuk-bungkuk memikul pajak yang berat.” (Kartini, 12 Januari 1900)
“Sudah pastilah, bahwa dunia Pribumi akan menentang aku,... Orang akan menganggap aku gila. Namun, gagasan itu indah, yaitu dengan melalui pers memperjuangkan cita-cita.” (Kartini, 31 Desember 1901)
“Dalam kawruh Jawa terdapat banyak petuah yang sangat bagus. Hanya sayangnya, tidak semua orang dapat mengerti simbolik.” (Kartini, 11 Oktober 1901)
“Tetapi apakah kecerdasan pikiran itu sudah berarti segala-galanya? Bila orang hendak sungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuhan budi harus sama-sama dimajukan... Salah satu sifat orang Jawa yang tidak baik, yang kalau perlu dibasmi ialah sifat gila sanjungan...” (Kartini, 1900)
“Bagian-bagian sejarah yang sangat aku nikmati, ialah jaman purba; sayang sekali, bahwa hal itu cuma sedikit saja yang bisa didapatkan.” (Kartini, 10 Juni 1902)
“Bukan terhadap kaum pria kami melancarkan peperangan. Tetapi terhadap anggapan kuno, adat, yang tidak lagi mendatangkan kebajikan bagi Jawa kami di kemudian hari, dan juga dengan beberapa orang lain kami akan bersama-sama jadi pelopornya.” (Kartini, 10 Juni 1902)
“Alangkah bahagianya laki-laki, bila isterinya bukan hanya menjadi pengurus rumah tangganya dan ibu anak-anaknya saja, melainkan juga jadi sahabatnya, yang menaruh minat akan pekerjaannya, menghayatinya bersama suaminya.” (Kartini, 4 Oktober 1902)
“Bagi saya hanya dua macam kebangsawanan: bangsawan jiwa dan bangsawan budi. Pada pikiran saya tidak ada yang lebih gila, lebih bodoh daripada melihat orang-orang yang membanggakan apa yang disebut “keturunan bangsawan” itu. (Kartini, 18 Agustus 1899)
“Duh, Tuhan, kadang aku ingin, hendaknya tiada satu agama di pun di atas dunia ini. Karena agama-agama ini, yang justru harus persatukan semua orang, sepanjang abad-abad telah lewat menjadi biang-keladi peparangan dan perpecahan, dari drama-drama pembunuhan yang paling kejam.” (Kartini, 6 Nopember 1899)
“Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal. Siang malam anak-anak ada di rumah, di sekolah sehari hanya beberapa jam saja.” (Kartini)
“Tiada terang yang tiada didahului oleh gelap... mengendalikan diri adalah kemenangan jiwa atas tubuh; kesunyian adalah jalan ke arah pemikiran.” (Kartini, 15 Agustus 1902
“O, maut! Mengapa kau begitu ditakuti, kau, yang dapat bebaskan manusia dari kehidupan yang kejam ini. Ni akan merasa sangat berterimakasih dan dengan girang menerimanya.” (Kartini, Agustus 1900)
“Kami bernama orang-orang Islam karena kami keturunan orang-orang Islam, dan kami adalah orang-orang Islam hanya pada sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah, bagi kami adalah seruan, adalah kata, adalah bunyi tanpa makna..” (Kartini, 15 Agustus 1902)
“Selalu menurut paham dan pengertian kami, inti segala agama adalah Kebajikan, yang membuat setiap agama menjadi baik dan indah. Tapi, duh! Orang-orang ini apakah yang telah kalian perbuat atasnya!” (Kartini, 21 Juli 1902)
“Tuhan kami adalah nurani, neraka dan sorga kami adalah nurani kami. Dengan melakukan kejahatan, nurani kamilah yang menghukum kami; dengan melakukan kebajikan, nurani kami pulalah yang memberi karunia.” (Kartini, 15 Agustus 1902)
“Habis malam terbitlah terang,
Habis badai datanglah damai,
Habis juang sampailah menang,
Habis duka tibalah suka.” (Kartini, 15 Agustus 1902)
“Panggil aku Kartini saja –itulah namaku.” (Kartini, Surat, 25 Mei 1899, kepada Estelle Zeehandelaar)
“Negara dan bangsawan mendapatkan keuntungan, tetapi rakyat mendapat apa?” (Kartini)
“Dan bila pulau Jawa mempunyai ibu-ibu yang cakap dan pandai, maka peradaban satu bangsa hanyalah soal waktu saja!” (Kartini)
”Kewajiban yang diterapkan oleh ibu alam sendiri kepada perempuan: pendidik pertama umat manusia!” (Kartini)
“Pergi, garap kerjamu melaksanakan cita-cita; kerja buat hari depan; kerja buat kesejahteraan ribuan, yang terbungkuk-bungkuk di bawah tindasan hukum-hukum yang tidak adil, di bawah paham palsu tentang baik dan buruk; pergi, pergi, menderitalah dan berjuanglah tapi kerjalah buat keabadian!” (Kartini, 4 September 1901)
“Dalam setiap jaman ada saja gadis-gadis yang berontak.” (Kartini)
Begitulah seorang perempuan bernama Kartini yang sebenarnya, mungkin sebagian besar dari kita baru tahu sekarang ini. Selamat merenungkan apa yang menjadi buah pemikirannya.
Informasi lebih lanjut kawan-kawan bisa menghubungi:
Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut
Jl. Sumbawa 40 Jetis 58214 Blora Telp.(0296) 5100233, HP. 081328775879, 085740413645
Email: pasangsurutblora@yahoo.com www.pasangsurutblora.blogspot.com
Kamis, 13 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar