Kamis, 13 Mei 2010

Jadwal Susunan Acara Panggil Aku Kartini Saja

Jadwal Susunan Acara
PANGGIL AKU KARTINI SAJA
Peringatan 4 Tahun Meninggalnya Pramoedya Ananta Toer


Hari I : Kamis, 29 April 2010

09.00 – 11.00 Pembukaan
1. Doa oleh Eyang Soelistijono ”Bimolisworo”
2. Sambutan oleh Bp. Soesilo Toer
3. Peresmian Paving Pelataran Rumah dan Patung Pramoedya oleh Romo Didik
4. Pameran Sketsa/ Lukisan (SD Negeri Jetis I dan II)
Pameran Sketsa/ Lukisan SD Kauman I dan SD Katolik Krida Dharma
Pameran Sketsa/ Lukisan SD Kedung Jenar I dan SD Muhammadiyah Blora
5. Pameran Batu dan Fosil (Eko Arifianto dan Bruriya Setiawan)
6. Pameran Benda Temuan (Soesilo Toer)
7. Pameran Batik Rembang Motif Blora (Titien, Rembang))
8. Pemberian Award PATABA pada Bp. Suyono sebagai Pengunjung Aktif Perpustakaan
9. Barongan Gembong Samijoyo dengan lakon ”Geger Nusa Kendeng”

16.00 – 17.30 Bedah Buku “Panggil Aku Kartini Saja”
Pembicara: Gunawan Budi Susanto, Wartawan, Semarang
Moderator: Baskoro “Bessy Pop”

17.30 – 18.00 BREAK Maghrib

18.00 – 19.00 Hadrah Nurul Hidayah dari RT.01 RW.01, Desa Jetis, Kabupaten Blora

19.00 – 19.15 BREAK Isya’

19.15 – 19.30 -Pembacaan Puisi Arie Pethek, Komunitas Anak Seribu Pulau, Randublatung
-Pembacaan Puisi MingMing, Brandal Kartini Rembang

19.30 – 20.15 Hadrah Nurul Hidayah dari RT.01 RW.01, Desa Jetis, Blora

20.15 – 21.00 Pentas Teater Samar karya Mophet SK, Kudus berjudul ”Rona III: Dongeng Metamorfosa”

20.00 – 24.00 Pemutaran Film
1. Film Dokumenter Pram ”Mendengar Si Bisu Bernyanyi” (LONTAR)
2. Selamatkan Gunung Kendeng (JM-PPK)
3. 17 Tahun Ke Atas (Ijo Lumut, Indramayu)
4. Sharing dan Tanya Jawab dengan Film Maker ”17 Tahun ke Atas”, Elinah, Indramayu


Hari II : Jumat, 30 April 2010

09.00 – 11.30 Pameran Sketsa/Lukisan/Fosil/Batu dan Benda Temuan

11.30 – 13.00 BREAK Sholat Jumát

13.00 – 16.00 Pameran Sketsa/Lukisan/Fosil/Batu dan Benda Temuan

16.00 – 16.45 Teater Gambas, Randublatung, berjudul ”Sri Minggat”

16.45 – 17.30 Berbagi Kisah dengan Pak Koesalah Soebagyo Toer dan Pak Soesilo Toer
Moderator: Gunawan Budi Susanto

17.30 – 19.00 BREAK Maghrib hingga Isya’

19.00– 20.30 -Launching Zine Acara ”Di Antara Pena, Perempuan dan Keberanian”
-Penyerahan Zine Acara kepada Bp. Koesalah Soebagyo Toer dan Bp. Soesilo Toer oleh Eko
Arifianto

-Pembacaan Puisi + Musikalisasi:
1. Kelompok Musik Jalanan ”Kebo Marcuet”, Blora
2. Arie Pethek, Komunitas Anak Seribu Pulau, Randublatung
3. Ming Ming, Brandhal Kartini, Rembang
4. Veronica Indra Permana, Blora
5. Bessy Pop, Rembang
6. Hei Haryono, Forum Sastra Blora
7. Ervin Ruhlelana, Elo Progo, Bandung
8. Purbo Sri Harjono, Forum Sastra Blora

20.30 – 21.15 Performance Art kawan-kawan Radublatung berjudul ”Monster Kendeng”

20.30 – 24.00 Pemutaran Film
1. Sedulur Sikep dan Kearifan Lokal –Film Dokumenter Wawancara dengan Bp. Soepardji,
Jasem, Jepangrejo, Blora (Eko Arifianto, Cahya Lintang Mandiri)
2. RA Kartini (Sjumanjaya)
3. Lapindo


Hari III : Sabtu, 1 Mei 2010

09.30 – 12.00 1. Musik Keroncong Jalanan ”Punakawan”, Desa Kauman, Kabupaten Blora
10.00 – 11.00 2. Pemberian Award Karya Sketsa/Lukisan Siswa-Siswi Terkreatif
12.00 – 12.10 3. Pemberian Award Grup Musik Keroncong ”Punakawan” oleh Bp. Soesilo Toer
12.10 – 12.15 4. Penutup


*****************

Foto-Foto Acara Panggil Aku Kartini Saja --Peringatan 4 Tahun Meninggalnya Pramoedya Ananta Toer





Kutipan - Kutipan Kartini

Banyak kebijaksanaan lain yang bisa kita dapatkan dalam sosok Kartini. Berikut ini sebagian kutipan dari surat-surat dan karya-karyanya yang bisa kami ambil dan dibagikan kepada kawan-kawan untuk bahan pembelajaran bersama.

“Betapapun indah dan bagus serta penuh kemewahan kurungan itu, bagi si burung yang terkurung di dalamnya, dia tetaplah kurungan!” (Kartini, Agustus 1900)

“Apakah “Raden Ayu” itu?” (Kartini, Agustus 1900)

“Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tetapi kalau kami mencoba maju, kemudian mereka bersikap menantang terhadap kami.” (Kartini, Januari 1900)

“Kalau orang Jawa terpelajar, dia tidak akan jadi pengamin saja, takkan menerima segala macam perintah atasannya lagi.” (Kartini, 12 Januari 1900)

“Bertambah banyak orang jawa bekerja, bertambah banyak laba didapat oleh mereka (pembesar-pembesar dan sebagainya), oleh pemerintah, oleh nasion.” (Kartini)

“Barangsiapa bersahabat dengan seorang pembesar, dapat memeras keringat Rakyat bawahan sekehendak hatinya.” (Kartini)

“Pemerintah itu juga yang membuat penduduk terbungkuk-bungkuk memikul pajak yang berat.” (Kartini, 12 Januari 1900)

“Sudah pastilah, bahwa dunia Pribumi akan menentang aku,... Orang akan menganggap aku gila. Namun, gagasan itu indah, yaitu dengan melalui pers memperjuangkan cita-cita.” (Kartini, 31 Desember 1901)

“Dalam kawruh Jawa terdapat banyak petuah yang sangat bagus. Hanya sayangnya, tidak semua orang dapat mengerti simbolik.” (Kartini, 11 Oktober 1901)

“Tetapi apakah kecerdasan pikiran itu sudah berarti segala-galanya? Bila orang hendak sungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuhan budi harus sama-sama dimajukan... Salah satu sifat orang Jawa yang tidak baik, yang kalau perlu dibasmi ialah sifat gila sanjungan...” (Kartini, 1900)


“Bagian-bagian sejarah yang sangat aku nikmati, ialah jaman purba; sayang sekali, bahwa hal itu cuma sedikit saja yang bisa didapatkan.” (Kartini, 10 Juni 1902)

“Bukan terhadap kaum pria kami melancarkan peperangan. Tetapi terhadap anggapan kuno, adat, yang tidak lagi mendatangkan kebajikan bagi Jawa kami di kemudian hari, dan juga dengan beberapa orang lain kami akan bersama-sama jadi pelopornya.” (Kartini, 10 Juni 1902)

“Alangkah bahagianya laki-laki, bila isterinya bukan hanya menjadi pengurus rumah tangganya dan ibu anak-anaknya saja, melainkan juga jadi sahabatnya, yang menaruh minat akan pekerjaannya, menghayatinya bersama suaminya.” (Kartini, 4 Oktober 1902)

“Bagi saya hanya dua macam kebangsawanan: bangsawan jiwa dan bangsawan budi. Pada pikiran saya tidak ada yang lebih gila, lebih bodoh daripada melihat orang-orang yang membanggakan apa yang disebut “keturunan bangsawan” itu. (Kartini, 18 Agustus 1899)

“Duh, Tuhan, kadang aku ingin, hendaknya tiada satu agama di pun di atas dunia ini. Karena agama-agama ini, yang justru harus persatukan semua orang, sepanjang abad-abad telah lewat menjadi biang-keladi peparangan dan perpecahan, dari drama-drama pembunuhan yang paling kejam.” (Kartini, 6 Nopember 1899)

“Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal. Siang malam anak-anak ada di rumah, di sekolah sehari hanya beberapa jam saja.” (Kartini)

“Tiada terang yang tiada didahului oleh gelap... mengendalikan diri adalah kemenangan jiwa atas tubuh; kesunyian adalah jalan ke arah pemikiran.” (Kartini, 15 Agustus 1902

“O, maut! Mengapa kau begitu ditakuti, kau, yang dapat bebaskan manusia dari kehidupan yang kejam ini. Ni akan merasa sangat berterimakasih dan dengan girang menerimanya.” (Kartini, Agustus 1900)

“Kami bernama orang-orang Islam karena kami keturunan orang-orang Islam, dan kami adalah orang-orang Islam hanya pada sebutan belaka, tidak lebih. Tuhan, Allah, bagi kami adalah seruan, adalah kata, adalah bunyi tanpa makna..” (Kartini, 15 Agustus 1902)

“Selalu menurut paham dan pengertian kami, inti segala agama adalah Kebajikan, yang membuat setiap agama menjadi baik dan indah. Tapi, duh! Orang-orang ini apakah yang telah kalian perbuat atasnya!” (Kartini, 21 Juli 1902)

“Tuhan kami adalah nurani, neraka dan sorga kami adalah nurani kami. Dengan melakukan kejahatan, nurani kamilah yang menghukum kami; dengan melakukan kebajikan, nurani kami pulalah yang memberi karunia.” (Kartini, 15 Agustus 1902)

“Habis malam terbitlah terang,
Habis badai datanglah damai,
Habis juang sampailah menang,
Habis duka tibalah suka.” (Kartini, 15 Agustus 1902)

“Panggil aku Kartini saja –itulah namaku.” (Kartini, Surat, 25 Mei 1899, kepada Estelle Zeehandelaar)

“Negara dan bangsawan mendapatkan keuntungan, tetapi rakyat mendapat apa?” (Kartini)

“Dan bila pulau Jawa mempunyai ibu-ibu yang cakap dan pandai, maka peradaban satu bangsa hanyalah soal waktu saja!” (Kartini)

”Kewajiban yang diterapkan oleh ibu alam sendiri kepada perempuan: pendidik pertama umat manusia!” (Kartini)

“Pergi, garap kerjamu melaksanakan cita-cita; kerja buat hari depan; kerja buat kesejahteraan ribuan, yang terbungkuk-bungkuk di bawah tindasan hukum-hukum yang tidak adil, di bawah paham palsu tentang baik dan buruk; pergi, pergi, menderitalah dan berjuanglah tapi kerjalah buat keabadian!” (Kartini, 4 September 1901)

“Dalam setiap jaman ada saja gadis-gadis yang berontak.” (Kartini)

Begitulah seorang perempuan bernama Kartini yang sebenarnya, mungkin sebagian besar dari kita baru tahu sekarang ini. Selamat merenungkan apa yang menjadi buah pemikirannya.


Informasi lebih lanjut kawan-kawan bisa menghubungi:

Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut
Jl. Sumbawa 40 Jetis 58214 Blora Telp.(0296) 5100233, HP. 081328775879, 085740413645
Email: pasangsurutblora@yahoo.com www.pasangsurutblora.blogspot.com

Panggil Aku Kartini Saja





Panggil Aku Kartini Saja
[Peringatan 4 Tahun Meninggalnya Pramoedya Ananta Toer]

“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”

(Kartini, 6 Nopember 1899)

Tanah Jawa hari ini telah menjadi Eropa, tanah yang tidak manusiawi. Tetapi zaman ini adalah milik kita dan bagaimanapun juga adalah tanggung jawab kita. Satu-satunya nilai yang tertinggal adalah kenang-kenangan –sebuah kenyataan pahit yang telah lama membusuk. Dalam pandangan Kartini seabad yang lalu, ia melihat bahwa rakyat Jawa adalah rakyat yang hidup dalam kenang-kenangan. Maka adalah indahnya bagi mereka hilang tenggelam di dalam mimpi-jiwa berabad mereka. Ironisnya hingga saat inipun keadaannya tidak berubah!

Kartini sekali-kali tidak mau membuat murid-muridnya menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang Jawa Eropa. Dengan pendidikan bebas dia bermaksud membuat orang Jawa menjadi orang Jawa yang sejati, yang menyala-nyala dengan cinta dan semangat terhadap nusa dan bangsanya, humanisme universal, dengan mata dan hati terbuka terhadap keindahan serta kebutuhannya. Sebuah cita-cita luhur nan mulia.

Namun feodalisme pribumi Jawa menghadangnya. Pengkhianatan atas harapan dan kekecewaannya yang penuh amarah itu semuanya ditegaskan dalam tulisan-tulisannya yang liar dengan kritik dan analisa yang tajam. Dogma dari lingkungan palsu dengan tembok tebal empat lapis yang didiaminya mengasah pemikiran bajanya menjadi sebuah pedang. Kebebasan! Kemerdekaan! Kemandirian! Namun sayang, gagasan, ide-ide lugas serta interpretasi Kartini yang begitu ekstrem dan revolusioner dikhianati oleh pemikiran tradisional reaksioner. Sekelompok orang ini mengambil alih suatu gerakan besar emansipasi manusia yang ada dan memberikan aspek-aspek yang paling mengerikan –memberikan substansi pada standar nilai yang baru yang dekaden. Gerakan pembebasan yang ada saat ini telah menjadi sebuah produk degradasi. Ini adalah kenyataan menyedihkan bagi setiap manusia korban sejarah bengkok dan buram.

Jika seperti itu, maka kematian Kartini adalah kematian yang sia-sia, tidak mengubah apa-apa. Slogan mistik “Mati dan engkau menjadi dirimu,” adalah penanda berakhirnya sejarah. Tragedi yang tak berbelas kasih ini adalah mutlak sebuah penaklukkan serangkaian perjuangan yang panjang. Sebuah api penyucian dosa, dan seperti tamparan keras bagi kita semua— Kartini dengan sukarela menjalaninya.

Sebagai pengarang, Kartini telah bekerja secara besar-besaran untuk mewujudkan cita-citanya, bekerja untuk menaikkan derajat dan peradaban rakyat. Tentu para penjajah yaitu orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohannya. Jikalau dia mencoba maju, kemudian mereka bersikap menantang terhadapnya. Tak hanya itu, dunia pribumi juga menentangnya. Orang-orang menganggapnya gila. Gagasan indah untuk meraih cita-cita itu terus diperjuangkannya hingga maut menjemput dalam 25 tahun usia mudanya.

Seperti halnya Pram yang sangat benci dengan konsumerisme dan ketidakproduktifan yang menjadi biangkerok korupsi di Indonesia, Kartini pun mengkritik budaya konsumtif bangsa ini –dan kemudian mengajarkan agar anak-anak bangsa berproduksi. “Kerja! Kerja! Kerja! Perjuangkan kebebasanmu! Baru kemudian kalau kau telah bebaskan dirimu sendiri dengan kerja, dapatlah kau menolong yang lain-lain! Kerja! Kerja! Aku dengar itu begitu jelas, nampak tertulis di depan mataku,” begitu surat tertulisnya tertanggal 8 April 1902.

Banyak kebijaksanaan lain yang bisa kita dapatkan dalam sosok Kartini dan Pram. Untuk itu dalam rangka peringatan 4 tahun meninggalnya sastrawan besar dari Blora, Pramoedya Ananta Toer, kami dari Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut akan menggelar acara bertitel “Panggil Aku Kartini Saja”. Acara akan diselenggarakan selama dua hari yaitu tanggal 29-30 April 2010 bertempat di rumah bersejarah jalan Sumbawa 40 Jetis Blora. Bentuk acaranya antara lain: pameran, diskusi, bedah buku, pentas seni budaya, teatrikal, performance dan pemutaran film dokumenter. Seperti halnya dengan Kartini, harapan kami semua ini menjadi secercah cahaya yang bermanfaat bagi bangsa ini. “Habis malam terbitlah terang, Habis badai datanglah damai, Habis juang sampailah menang, Habis duka tibalah suka.” Salam.

Informasi lebih lanjut kawan-kawan bisa menghubungi:

Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut
Jl. Sumbawa 40 Jetis 58214 Blora Telp.(0296) 5100233, HP. 081328775879, 085740413645
Email: pasangsurutblora@yahoo.com www.pasangsurutblora.blogspot.com